Adzan! Islamic prayer time schedule system [main apps]
CAUTIONS
"This program does not presume to provide theologically-correct results
and it should be noted that the rules are extremely complex, especially
at high latitudes: i.e., " _when does Isha start when the sun never sets?_ "
You should consult a religious advisor for guidance in interpreting the
results of this program."
Dalam penentuan jadwal salat, data astronomi terpenting adalah posisi matahari dalam koordinat horizon, terutama ketinggian atau jarak zenit. Fenomena yang dicari kaitannya dengan posisi matahari adalah fajar ( morning twilight ), terbit, melintasi meridian, terbenam, dan senja ( evening twilight ). Dalam hal ini astronomi berperan menafsirkan fenomena yang disebutkan dalam dalil agama (Al-Qur'an dan hadits Nabi) menjadi posisi matahari. Sebenarnya penafsiran itu belum seragam, tetapi karena masyarakat telah sepakat menerima data astronomi sebagai acuan, kriterianya relatif mudah disatukan.
Di dalam hadits disebutkan bahwa waktu shubuh adalah sejak terbit fajar shidiq (sebenarnya) sampai terbitnya matahari. Di dalam Al-Quran secara tak langsung disebutkan sejak meredupnya bintang-bintang (Q.S. 50:40). Maka secara astronomi fajar shidiq difahami sebagai awal astronomical twilight (fajar astronomi), mulai munculnya cahaya di ufuk timur menjelang terbit matahari pada saat matahari berada pada kira-kira 18 derajat di bawah horizon (jarak zenit z = 108 derajat). Saaduddin Djambek mengambil pendapat bahwa fajar shidiq bila z = 110 derajat, yang juga digunakan oleh Badan Hisab dan Ru'yat Departemen Agama RI. Fajar shidiq itu disebabkan oleh hamburan cahaya matahari di atmosfer atas. Ini berbeda dengan apa yang disebut fajar kidzib (semu) -- dalam istilah astronomi disebut cahaya zodiak -- yang disebabkan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antarplanet.
Waktu dzhuhur adalah sejak matahari meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 menit setelah tengah hari. Untuk keperluan praktis, waktu tengah hari cukup diambil waktu tengah antara matahari terbit dan terbenam.
Dalam penentuan waktu asar, tidak ada kesepakatan karena fenomena yang dijadikan dasar pun tidak jelas. Dasar yang disebutkan di dalam hadits, Nabi SAW diajak shalat asar oleh malaikat Jibril ketika panjang bayangan sama dengan tinggi benda sebenarnya dan pada keesokan harinya Nabi diajak pada saat panjang bayangan dua kali tinggi benda sebenarnya. Walaupun dari dalil itu dapat disimpulkan bahwa awal waktu asar adalah sejak bayangan sama dengan tinggi benda sebenarnya, ini menimbulkan beberapa penafsiran karena fenomena seperti itu tidak bisa digeneralilasi sebab pada musim dingin hal itu bisa dicapai pada waktu dhuhur, bahkan mungkin tidak pernah terjadi karena bayangan selalu lebih panjang daripada tongkatnya. Ada yang berpendapat tanda masuk waktu asar bila bayang-bayang tongkat panjangnya sama dengan panjang bayangan waktu tengah hari ditambah satu kali panjang tongkat sebenarnya dan pendapat lain menyatakan harus ditambah dua kali panjang tongkat sebenarnya. Pendapat yang memperhitungkan panjang bayangan pada waktu dzhuhur atau mengambil dasar tambahannya dua kali panjang tongkat (di beberapa negara Eropa) dimaksudkan untuk mengatasi masalah panjang bayangan pada musim dingin. Badan Hisab dan Ru'yat Departemen Agama RI menggunakan rumusan:
"panjang bayangan waktu asar = bayangan waktu dzhuhur + tinggi bendanya;
tan(za) = tan(zd) + 1."
Ada pendapat bahwa makna hadits itu dapat difahami sebagai waktu pertengahan antara dhuhur dan maghrib, tanpa perlu memperhitungkan jarak zenit matahari. Hal ini diperkuat dengan ungkapan ' salat pertengahan ' dalam Al-Qur'an S. 2:238 yang ditafsirkan oleh banyak mufassir sebagai salat asar. Kalau pendapat ini yang digunakan, waktu salat asar akan lebih cepat sekitar 10 menit dari jadwal salat yang dibuat Departemen Agama.
Waktu maghrib berarti saat terbenamnya matahari. Matahari terbit atau berbenam didefinisikan secara astronomi bila jarak zenith z = 90 derajat 50 menit (90,83333333333.. derajat) ( the Astronomical almanac ) atau z = 91 derajat bila memasukkan koreksi kerendahan ufuk akibat ketinggian pengamat 30 meter dari permukaan tanah. Untuk penentuan waktu salat maghrib, saat matahari terbenam biasanya ditambah 2 menit karena ada larangan melakukan salat tepat saat matahari terbit, terbenam, atau kulminasi atas.
Waktu isya ditandai dengan mulai memudarnya cahaya merah di ufuk barat, yaitu tanda masuknya gelap malam (Al-Qur'an S. 17:78). Dalam astronomi itu dikenal sebagai akhir senja astronomi ( astronomical twilight ) bila jarak zenit matahari z = 108 derajat
Wallahu'alam bish shawab
Dhuhur
0 deg
*
* *
Ashr 45 deg (practically) * * *
* * *
* * *
* * *
Maghrib 90 deg ****************************** 90 deg Sunrise
* * *
* * *
Isya 108 deg * * * 110 deg Shubuh
(18 deg from Maghrib)* * * (20 deg to Sunrise)
* * *
*
1- Egyptian General Authority of Survey
======================================================
Fajr Angle = 20
Ishaa Angle = 18
Shadow Ratio = 1.0
Used in: Indonesia Iraq
Jordan Lebanon
Malaysia Singapore
Syria parts of Africa
parts of United States
2- University of Islamic Sciences, Karachi (Shaf'i) *
======================================================
Fajr Angle = 18
Ishaa Angle = 18
Shadow Ratio = 1.0
Used in: Iran Kuwait
parts of Europe
3- University of Islamic Sciences, Karachi (Hanafi) *
======================================================
Fajr Angle = 18
Ishaa Angle = 18
Shadow Ratio = 2.0
Used in: Afghanistan Bangladesh
India
4- Islamic Society of North America *
======================================================
Fajr Angle = 15
Ishaa Angle = 15
Shadow Ratio = 1.0
Used in: Canada Parts of UK
parts of United States
5- Muslim World League (MWL) *
======================================================
Fajr Angle = 18
Ishaa Angle = 17
Shadow Ratio = 1.0
Used in: parts of Europe Far East
parts of United States
6- Om Al-Qurra University *
======================================================
Fajr Angle = 19
Ishaa Angle = 0 (not used)
Ishaa Interval = 90 minutes from Al-Maghrib prayer
but set to 120 during Ramadhan.
Shadow Ratio = 1.0
Used in: Saudi Arabia
7- Fixed Ishaa Angle Interval (always 90) *
======================================================
Fajr Angle = 19.5
Ishaa Angle = 0 (not used)
Ishaa Interval = 90 minutes from Al-Maghrib prayer.
Shadow Ratio = 1.0
Used in: Bahrain Oman
Qatar United Arab Emirates
Sumber:
Almanac for Computers, 1990
published by Nautical Almanac Office
United States Naval Observatory
Washington, DC 20392
Masukan:
day, month, year : tanggal,bulan, tahun terjadinya matahari terbit/terbenam
latitude, longitude : lokasi (lintang/bujur) tempat pengamatan matahari
terbit/terbenam (Dalam derajat)
localOffset : zone waktu (dalam jam, dari Greenwitch)
zenith : Zenith matahari untuk waktu terbit/terbenam
offical = 90 derajat 50'
civil = 96 derajat
nautical = 102 derajat
astronomical = 108 derajat
CATATAN:
longitude bernilai positif untuk Bujur Timur dan negatif untuk Bujur Barat
Contoh kasus (dari buku):
Pengamatan pada 25 Juni 1990 , dari kota Wayne, New Jersey 40.9 derajat LU,
74.3 derajat BB, GMT -4
-> day=25
-> month=6,
-> year=1990
-> latitude = 40.9
-> longitude = -74.3
-> localOffset = -4
-> Office zenith: 90 50' -> cos(zenith) = -0.01454
-
Pertama-tama tentukan hari ke berapa tanggal 25 Juni 1990 di tahun 1990 tersebut :
N1 = floor(275 * month / 9) ...(1) N2 = floor((month + 9) / 12) ...(2) N3 = (1 + floor((year - 4 * floor(year / 4) + 2) / 3)) ...(3) N = N1 - (N2 * N3) + day - 30 ...(4)
Perhitungan:
N1 = 183
N2 = 1
N3 = 1 + floor((1990 - 4 * 497 + 2) / 3)
= 1 + floor((1990 - 1988 + 2) / 3)
= 1 + floor((1990 - 1988 + 2) / 3)
= 1 + floor(4 / 3)
= 2
N = 183 - 2 + 25 - 30 = 176
-
Ubah longitude dari derajat ke nilai/notasi jam dan hitung waktu perkiraan
lngHour = longitude / 15 ...(5) untuk perkiraan waktu matahari terbit gunakan: t = N + ((6 - lngHour) / 24) ...(6a) untuk perkiraan waktu matahari terbenam gunakan: t = N + ((18 - lngHour) / 24) ...(6b)
Perhitungan:
lngHour = -74.3 / 15 = -4.953
t = 176 + ((6 - -4.953) / 24)
= 176.456
-
hitung Sun's mean anomaly
M = (0.9856 * t) - 3.289 ...(7)
Perhitungan:
M = (0.9856 * 176.456) - 3.289
= 170.626
- hitung Sun's true longitude
Catatan :
"dalam penulisan untuk operasi trigonometri (sin, tan)
sudut dinyatakan dalam derajat. Dalam perhitungan dengan menggu
nakan program piranti lunak (_software_), biasanya sudut dinyakan
dalam radian. Karenanya perlu adanya konversi dari derajat ke
radian sebelum dilakukan operasi trigonometri. Sebagai contoh :
sin(170.626 deg) =sin(170.626*pi/180 radians)=0.16287]"
L = M + (1.916 * sin(M)) + (0.020 * sin(2 * M)) + 282.634 ...(8)
catatan:
Nilai L dimungkinkan untuk perlu dibuat dalam range [0,360)
dengan menambah/mengurangi dengan 360
Perhitungan:
L = 170.626 + (1.916 * sin(170.626)) + (0.020 * sin(2 * 170.626)) + 282.634
= 170.626 + (1.916 * 0.16287) + (0.020 * -0.32141) + 282.634
= 170.626 + 0.31206 + -0.0064282 + 282.634
= 453.566 - 360
= 93.566
5a. hitung right ascension Matahari ( Sun's right ascension )
RA = atan(0.91764 * tan(L)) ...(9)
catatan:
nilai RA dimungkinkan untuk perlu dibuat dalam range [0,360]
dengan menambah/mengurangi dengan 360
Perhitungan:
RA = atan(0.91764 * -16.046)
= atan(0.91764 * -16.046)
= atan(-14.722)
= -86.11412
5b. menyamakan quadarant dari nilai right ascension dan nilai L
Lquadrant = (floor( L/90)) * 90 ...(10)
RAquadrant = (floor(RA/90)) * 90 ...(11)
RA = RA + (Lquadrant - RAquadrant) ...(12)
Perhitungan:
Lquadrant = (floor(93.566/90)) * 90
= 90
RAquadrant = (floor(-86.11412/90)) * 90
= -90
RA = -86.11412 + (90 - -90)
= -86.11412 + 180
= 93.886
5c. nilai right ascension diubah ke dalam nilai/notasi jam
RA = RA / 15 ...(13)
Perhitungan:
RA = 93.886 / 15
= 6.259
6.hitungan deklinasi Matahari( Suns declination )
sinDec = 0.39782 * sin(L) ...(14)
cosDec = cos(asin(sinDec)) ...(15)
Perhitungan:
sinDec = 0.39782 * sin(93.566)
= 0.39782 * 0.99806
= 0.39705
cosDec = cos(asin(0.39705))
= cos(asin(0.39705))
= cos(23.394)
= 0.91780
7a. hitung sudut jam lokal matahari (Sun's local hour angle)
cosH = (cos(zenith) - (sinDec * sin(latitude))) ...(16)
/ (cosDec * cos(latitude))
if (cosH > 1)
matahari tidak pernah terbit pada lokasi tersebut (pada tanggal yang
ditentukan)
if (cosH < -1)
matahari tidak pernah terbenam pada lokasi tersebut(pada tanggal yang
ditentukan)
Perhitungan:
cosH = (-0.01454 - (0.39705 * sin(40.9))) / (0.91780 * cos(40.9))
= (-0.01454 - (0.39705 * 0.65474)) / (0.91780 * 0.75585)
= (-0.01454 - 0.25996) / 0.69372
= -0.2745 / 0.69372
= -0.39570
7b. Hitung H dan ubah ke nilai/notasi jam dalam perhitungan matahari terbit gunakan:
H = 360 - acos(cosH) ...(17a)
dalam perhitungan matahari terbenam gunakan:
H = acos(cosH) ...(17b)
H = H / 15 ...(18)
Perhitungan:
H = 360 - acos(-0.39570)
= 360 - 113.310 [catatan, nilai hasil acos diubah dalam derajat]
= 246.690
H = 246.690 / 15
= 16.446
8.hitung local mean time dari matahari terbit/terbenam
T = H + RA - (0.06571 * t) - 6.622 ...(19)
Perhitungan:
T = 16.446 + 6.259 - (0.06571 * 176.456) - 6.622
= 16.446 + 6.259 - 11.595 - 6.622
= 4.488
9.Disesuaikan kembali dengan UTC
UT = T - lngHour ...(20)
catatan:
UT mungkin perlu dibuat dalam range [0,24) dengan menambah/mengurangi 24
Perhitungan:
UT = 4.488 - -4.953
= 9.441
= 9h 26m
10.Ubah nilai UT ke local time zone dari latitude/longitude
localT = UT + localOffset ...(21)
Perhitungan:
localT = 9h 26m + -4
= 5h 26m
= 5:26 am EDT
Waktu subuh (fajar shidiq), zenith matahari berada kurang lebih 108 derajat (astronomical twilight), Saaduddin Djambek mengambil pendapat bahwa fajar shidiq bila zenith matahari = 110 derajat, yang juga digunakan oleh Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama RI.
untuk perhitungan waktu shubuh gunakan rumus:
(1),(2),(3),(4),(5),(6a),(7),(8),(9),(10)
(11),(12),(13),(14),(15),(16),(17a),(18),(19),(20),
(21)
catatan :
untuk perhitungan waktu subuh rumus (6a) bisa diubah menjadi :
t = N + ((5 - lngHour) / 24)
dengan perkiraan waktu shubuh pukul 5
Waktu dzhuhur adalah sejak matahari meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 menit setelah tengah hari. Untuk keperluan praktis, waktu tengah hari cukup diambil waktu tengah antara matahari terbit dan terbenam.
untuk perhitungan waktu dhuhur gunakan rumus :
(1),(2),(3),(4),(5),(6a),(7),(8),(9),(10)
(11),(12),(13),(19),(20),(21)
catatan :
- untuk perhitungan waktu dhuhur rumus (6a) bisa diubah menjadi :
t = N + ((12 - lngHour) / 24)
dengan perkiraan waktu dhuhur pukul 12
- zenith matahari pada saat matahari tepat di atas adalah 0 derajat, sehingga
pada rumus (19) , H=0. Pada saat matahari tepat diatas, adalah waktu terlarang
untuk melaksanakan shalat, jadi perlu penambahan 2-5 menit dari hasil
perhitungan.
Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama RI menggunakan rumusan:
panjang bayangan waktu asar = bayangan waktu dzhuhur + tinggi bendanya;
tan(za) = tan(zd) + 1
atau
za = atan(1+ tan(zd))
dari rumus (14) diperoleh sudut deklinasi matahari pada saat tengah hari yaitu:
decl=asin(sinDec) ... (14a)
zd=latitude-decl ... (14b)
za=atan(1+tan(zd) ... (14c)
untuk perhitungan waktu ashar gunakan rumus:
(1),(2),(3),(4),(5),(6b),(7),(8),(9),(10),
(11),(12),(13),(14),(14a),(14b),(14c),(15),
(16),(17b),(18),(19),(20),(21)
catatan :
- khusus untuk perhitungan (14a),(14b),(14c), gunakan hasil perhitungan
(1),(2),(3),(4),(5),(6b),(7),(8),(9),(10),(11),(12),(13),(14) untuk
waktu DHUHUR
- untuk perhitungan waktu ashar rumus (6a) bisa diubah menjadi :
t = N + ((15 - lngHour) / 24)
dengan perkiraan waktu ashar pukul 15
- zenith matahari yang digunakan pada rumus (16) adalah nilai za pada
perhitungan (14c)
Waktu maghrib berarti saat terbenamnya matahari. Matahari terbit atau berbenam didefinisikan secara astronomi bila jarak zenith z = 90 derajat 50 menit (90,83333333333.. derajat) (the Astronomical almanac) atau z = 91 derajat bila memasukkan koreksi kerendahan ufuk akibat ketinggian pengamat 30 meter dari permukaan tanah. Untuk penentuan waktu salat maghrib, saat matahari terbenam biasanya ditambah 2 menit karena ada larangan melakukan salat tepat saat matahari terbit, terbenam, atau kulminasi atas.
untuk perhitungan waktu maghrib gunakan rumus:
(1),(2),(3),(4),(5),(6b),(7),(8),(9),(10)
(11),(12),(13),(14),(15),(16),(17b),(18),(19),(20),
(21)
Waktu isya ditandai dengan mulai memudarnya cahaya merah di ufuk barat, yaitu tanda masuknya gelap malam (Al-Quran S. 17:78). Dalam astronomi itu dikenal sebagai akhir senja astronomi (astronomical twilight) bila jarak zenit matahari z = 108 derajat
untuk perhitungan waktu isya gunakan rumus:
(1),(2),(3),(4),(5),(6b),(7),(8),(9),(10)
(11),(12),(13),(14),(15),(16),(17b),(18),(19),(20),
(21)
catatan:
- untuk perhitungan waktu isya rumus (6b) bisa diubah menjadi :
t = N + ((19.5 - lngHour) / 24)
dengan perkiraan waktu isya pukul 19:30
##Keterangan : perhitungan geometri (sin,cos,tan, dll) menggunakan sudut dalam derajat
"Hasil perhitungan ini semata-mata berdasarkan disiplin ilmu astronomi yang
penulis ambil dari beberapa literatur! Oleh karena itu kami tidak mengklaim
hasil ini yang paling benar."
- " Astronomy on the Personal Computer " by Oliver Montenbruck and Thomas Pfleger. Springer Verlag 1994. ISBN 3-540-57700-9.
- " Prayer Schedules for North America ", American Trust Publications, Indianapolis, Indiana, 1978, Appendices A and B.
- " Almanac for Computers ", 1990 published by Nautical Almanac Office United States Naval Observatory, Washington, DC 20392
- " Astronomy of Islamic Times " by Mohammad Ilyas, 1988. ISBN 0-7201-1983-9
- " The Explanatory Supplement to the Astronomical Almanac " P. Kenneth Seidelmann, Ed. ISBN 0-935702-68-7.
- " Practical Astronomy With Your Calculator " Patrick Duffett-Smith, Third Edition, Cambridge University Press, ISBN 0-521-35699-7.
- " Astronomical Formulae for Calculators, Second Edition " Jean Meeus. Willmann-Bell, Inc. 1982. ISBN 0-943396-01-8.
- Meeus, Jean. " Astronomical Algorithms ". Richmond: Willmann-Bell, 1998. ISBN 0-943396-63-8.
- Meeus, Jean. " Astronomical Formulæ for Calculators, Fourth Edition " . Richmond: Willmann-Bell, 1988. ISBN 0-943396-22-0.
- " Die Welt des Mondes ", R.Meißner,Frankfurt 1969 dan " Der Mond ", P. Moore, Freiburg 1982.
- " Astronomish-Chronologische Tafeln ", oleh P. Ahnert, Leipzip, 1965.
- " Taschenbuch der Mathematik ", oleh Bronstein dan Semendjajew hal.208.
- " Annvaire du Bureau des Longitudes pour 1950 ". Paris 1949. hal.145
- " Sterne im Computer " by Dr. Klaus Hempe